GAK
PEKA! Itu yang pertama terlintas ketika ‘dosen’ di kantor saya menyebutkan
judul film yang akhirnya jadi PR ini. Kalau saya disuruh “think like a man”
berarti saya disuruh gak peka alias berpikir se-simple mungkin terhadap apapun
yang dihadapi. Ya gak bisa nge-judge gitu juga sih.. Paling tidak saya harus
mengesampingkan “keribetan” saya sebagai seorang wanita untuk bisa totalitas think
like a man.
Hal-hal
yang menarik dalam film ini bersumber dari sebuah buku yang ditulis oleh Steve
Harvey yang juga diundang sebagai bintang tamu di berbagai talkshow. Steve
seolah membuat wanita “melek” sama hal baru. Saat itu Steve seperti membawa
para wanita terbang ke langit ke-7, dan dari atas sana segala sesuatunya tampak lebih luas,
sebuah perspektif baru. Ketika wanita pada umumnya terbiasa untuk berpikir dari
satu sisi yaitu dari sudut pandang wanita. Padahal dunia ini gak hanya dihuni
oleh wanita saja, kita kadang lupa bahwa ada sesosok bernama pria yang hidup
berdampingan dengan wanita dan memiliki pemikirannya sendiri.
Sejak
saat itu, Pria seperti “ditelanjangi” dan dikhianati oleh kaumnya sendiri. Menyedihkan
sekali *jahat*. Steve membongkar apa yang
menjadi pemikiran, motivasi, dan kebutuhan seorang pria.
Beberapa
hal yang saya dapat dalam film ini tentang pria :
● Pria : Simple & To the point
Bukti
simple pria adalah : singkat ketika memberikan nasihat. Kita sebagai wanita
kadang merasa perlu feedback lebih banyak atau lebih ekspresif dari apapun yang
kita sampaikan dan kita lakukan. Pria tidak menyukai sesuatu yang berbelit-belit
dalam berhubungan dengan wanita. Dia terkadang hanya ingin merasa nyaman dalam
hubungan itu.
● Pria : Gak selalu tentang seks
Kebanyakan
wanita berpikir kalau Pria selalu memikirkan seks dan seks. Yang ada di otak
pria cuma hal-hal “jorok”. Pernyataan ini ada benarnya, tapi ternyata tidak
mendominasi seperti yang kita bayangkan sebelumnya. Salah satu tokoh dalam film
ini memang hanya mengincar seks dari seorang wanita yang dikencaninya, tapi
begitu dia mendapatkan yang diinginkan, dia malah tidak ingin kehilangan wanita
tersebut. Bukan karena seks, tetapi karena dia telah merasa nyaman dengan
wanitanya. Bahkan dia rela 90 hari tanpa seks.
● Pria : Prestige
Pria
bukannya gila hormat atau gengsian, tapi dia berusaha semaksimal mungkin untuk
jaga gengsinya (apa bedanya dengan gengsian ya?). Contohnya adalah ketika dia
merasa dibanding-bandingkan dengan seseorang yang dia rasa lebih baik darinya
dalam hal materi dan status sosial. Sekali saja seorang wanita yang dia cintai
meninggalkan dia untuk orang lain dengan alasan “menemukan seseorang yang lebih
baik” jangan harap dia mau kembali dengan wanita itu lagi. Meskipun untuk
seorang wanita, kita punya pembelaan bahwa “Ada realistis dalam matrealistis”. Hehehe…
● Pria : Bertekuk lutut pada wanita (baca:
Ibu-nya)
Untuk
mengulas ini, rasanya agak sensitive karena mungkin saya – yang saat ini belum
jadi ibu – adalah salah satu dari calon ibu. Saya termasuk orang yang sangat
tidak menyukai “Cowok Anak Mami”, tapi lalu saya berpikir : Apa salahnya kalau
seorang pria jadi anak mami? Yang jadi masalah mungkin bukan hanya kedekatan
normal antara anak dan ibu, lebih kepada pantaskah seorang pria dewasa terlalu
lengket dengan ibu nya? Bagaimana jika sampai segala sesuatunya dia putuskan
dengan Ibu? Sedangkan Ibu datang dari generasi yang jauh berbeda. Saya setuju
kalau hanya untuk bahan pertimbangan, bukan sebagai kedaulatan mutlak. Seorang
wanita yang menjalin hubungan dengan seorang “Anak Mami” biasanya makan ati,
kenapa? Secara tidak langsung, tidak sengaja, tidak bermaksud, atau apalah
namanya, pria tersebut membandingkan dia dengan ibunya. Bahkan menurut aturan
agama-pun (saya pernah baca di Fiqih Wanita) bahwa ada hukum yang menyebutkan
kalau seorang suami tidak boleh membanding-bandingan istrinya dengan ibunya.
● Pria : Lihat, DENGAR, Rasakan
Judul
lagu Sheila on 7, band yang isinya cowok-cowok semua ini ternyata curcol. Pria
bisa tertarik dengan seorang wanita awalnya dari apa yang dia lihat (penampilan
dan fisik), kemudian dengar, kali ini bukan apa yang dia dengar dari seorang
wanita, tetapi seberapa hebat seorang wanita yang terkenal banyak bicara itu
menjadi pendengar yang baik untuknya. Tantangan memang bagi seorang wanita
untuk menjadi pendengar yang baik bagi pasangannya. Apalagi kalau pasangan
sudah mulai bicara tentang hobby olahraga, otomotif, dan hal-hal membosankan
lainnya. Tapi ternyata hal ini berpengaruh bagi seorang pria dalam memilih
pasangan. Setelah melalui tahap lihat, dengar, baru dia dapat merasakan bahwa
“She’s the one!”
Sekian
review yang bisa saya berikan tentang film “Think Like a Man” yang sekaligus
menjadi tugas mata kuliah Produksi Siaran Radio saya dan partner saya di
kantor.
Regards,
Viena P. Utari