Rona Jingga
Kau tahu, kebanyakan perempuan – terutama yang lumayan cantik – adalah makhluk yang penuntut dan tergantung. Mereka menggantungkan kebahagiaan mereka dari perhatian orang. Jika merasa kurang cukup diberi perhatian, mereka akan menjadi sedih dan sendu. Demikian, agar orang mengasihani mereka dan memberi mereka perhatian.

Aku bukannya benci perempuan. Tapi begitulah menurut pengamatanku. Dan, tahu kenapa biasanya lebih banyak yang cantik yang bersikap begitu? Sebab, yang jelek-jelek itu tahu sejak awal, bahwa meskipun mereka merajuk-rajuk, lelaki tak kan peduli pada mereka. Yang buruk rupa tak bisa memasang wajah sendu karena itu hanya menambah berat rupa buruk mereka. Itu hanya membuat mereka makin dijauhi.

Baiklah, oke, jangan marah dulu kaum Hawa. Baiklah, aku ralat. Barangkali senjata sendu itu bukan pada dirinya feminin. Senjata menuntut perhatian adalah milik anak-anak. Senjata infantil. Datang dari masa bayi. Cuma, anak lelaki dan anak perempuan yang buruk rupa dengan segera tidak bisa lagi menggunakan senjata ini. Sejak dini anak laki-laki akan ditertawakan jika menangis. Sedang, sejak akil balig anak perempuan buruk rupa tahu bahwa senjata ini sudah tidak majal bagi mereka. Mungkin pada orangtua masing-masing saja senjata ini bisa digunakan. Jelas tidak dalam pergaulan. Mereka harus menemukan senjata lain untuk bertahan hidup. Sementara itu anak-anak yang cantik terus dimaklumi untuk memakai senjata sendu ini. Lama-lama ada yang masih terjebak dengan senjata infantile ini sampai mereka dewasa dan tua.  

Mereka inilah yang menjadi makhluk-makhluk negatif yang menggantungkan kebahagiaan mereka pada orang lain.

Marjaku tidak begitu. Tubuhnya kuda teji dan senyumnya matahari. Ia selalu bisa membuat dirinya asyik sendiri, dan keasyikannya itu memancarkan energi positif bagi sekitarnya. Belum pernah kutemukan perempuan yang bisa menghibur diri lebih daripada Marja.  
0 Responses

Post a Comment