Apa
yang tak selesai kamu mengerti di sini, tak boleh kau tanyakan padaKu di luar.
Pada batu itulah kisahku
ini mengkristal.
Jika kita mau membaca
kitab-kitab tua sejajar dengan kita membaca dongeng (artinya juga : membaca
dongeng sejajar dengan membaca kitab-kitab suci tua), maka kita menjadi lebih
rendah hati dan waspada. Rendah hati di sini artinya membuka diri bahwa kitab
dan dongeng tua itu mengungkap kebenaran dalam bahasa yang barangkali tak
terlalu kita mengerti lagi. Karena bahasa itu mungkin tidak kita mengerti, maka
kita tahu kita bisa salah mengerti. Sikap ini, jika diterapkan dalam membaca
tanda-tanda, akan membuat kita tidak menerima segala sesuatu mentah-mentah.
Sekaligus tidak menolak segala sesuatu mentah-mentah. Bukan, bukan berarti
bingung ataupun bimbang karena tak bisa menentukan sikap. Melainkan, berani
menunda kebenaran. Berani hidup dengan kebenaran yang tertunda.
Maka, ada waktu-waktu
ketika dongeng-dongeng itu tampak seperti benar. Meski demikian pun, kita harus
waspada untuk tidak serta-merta bersorak kegirangan. Kita harus tetap sabar dan
rela bahwa kebenaran itu selalu bisa diperbaharui sementara kitab-kitab tua
berdiam diri. Demikianlah, agar kita jangan gampang terguncang.
Kelak aku mengerti bahwa
inilah yang dimaksud dengan sikap kritis. Sebuah sikap yang menyertai “laku-kritik”.
Sikap yang mempercayai sesuatu sekaligus menunda sesuatu itu. Sikap yang tahan
menanggung, memanggul, penundaan itu. Penundaan kebenaran. Manusia menginginkan kebenaran hari ini juga. Sayangnya, kebenaran itu
tak ada hari ini, meski harus dipercaya setiap hari. Kebenaran, jika ia
menampakan diri hari ini, tak lain tak bukan adalah kecongkakan. Laku kritik
adalah menahan kecongkakan. Ia memikul beban berat itu, agar jangan kebenaran
jatuh ke tanah dan menjelma pada hari ini.
Biarlah
kebaikan yang menjadi pada hari ini. Bukan kebenaran.
Aliran ini sesungguhnya
bukan aliran kepercayaan. Melainkan sebuah “laku-kritik”. Yaitu sikap
spiritual-kritis. Ialah sejenis sikap kritis terhadap kebenaran yang dibawakan
setiap agama. Sikap kritis di sini tidak selalu datang dengan sikap skeptis.
Seorang yang spiritualis-kritis tidak harus meragukan kebenaran. Ia bisa saja
beriman. Tapi seorang spiritualis-kritis adalah orang yang sadar bahwa
kebenaran selalu tertunda. Tuhan selalu merupakan misteri. Tak seorang pun bisa
mewujudkan kebenaran hari ini, sebab kebenaran yang ada hari ini adalah
penyelenggaraan kekuasaan semata-mata. Kebenaran hari ini adalah
penyelenggaraan dengan cara-cara rakus dan jumawa.
Seorang spiritualis-kritis
adalah mereka yang memikul kebenaran. Karena itu mereka hanya memakai cara-cara
yang satria dan wigati. Hanya dengan memanggulnya mereka percaya bahwa kebaikan
bisa menyatakan diri. Mereka seperti pawang hujan yang memanggul mendung hitam
berat, agar hujan tidak turun dan pesta bisa berlangsung. (Catat! Bukan mereka
sendiri yang menyatakan kebaikan, tapi kebaikan menyatakan dirinya, bertunas
dari bumi. Demikian agar tak seorang pun
menjadi sombong.)
Mereka percaya bahwa
kebenaran adalah misteri, yang harus mereka pikul selamanya. Sebab hanya dengan
memanggulnya misteri itu tidak jatuh ke tanah. Sebab jika misteri itu jatuh ke
tanah, kita akan mengiranya sebagai teta-teki yang terpecahkan. Dan kita
percaya bahwa jawabannya adalah : Hukum Tuhan. Tapi, kau tahu, misteri bukanlah teka-teki.
Misteri adalah rahasia,
yang jawabannya selalu tertunda. Misteri, kawanku, adalah dia yang jawabannya
takkan pernah terpegang. Yang menempatkan kau dalam suasana kepedihan dan
harapan sekaligus.
Kebenaran itu selalu dalam future tense. Kebaikan selalu present tense. Sayangnya, bahasa kita
tak mengenal penanda kala.
Dan ternyata ada kata yang
baik untuk menerjemahkan kritik. Makna yang lebih baik daripada mula kata itu
sendiri. Yaitu : sanggah. Dengan demikian, anti adalah penolakan, kritik adalah
penyanggahan. Anti dalam bahasa Yunani berarti posisi di hadang. Kritik dalam
laku-kritik, adalah posisi di bawah. Yakni, di bawah untuk menyangga. Maka,
“menyanggah” harus dimaknai dalam kedekatannya dengan “menyangga”. Agar kita
mudah mengerti perbedaan antara anti dan kritis.
Dalam hal kebenaran. Sikap
anti adalah sikap menolak dan membuang. Tapi, laku-kritik adalah sikap
menyangga kebenaran, yaitu memikulnya agar jangan jatuh ke tanah.
Kebenaran itu seperti ozon.
Jika ia berada di ketinggian manusia, terlalu dekat ke tanah maka ia menjadi
racun. Ia merusak paru-paru dan menghentikan nafas kita. Tapi, juga hanya
dengan lapisan ozon sebagai kulit luar atmosfir sajalah kehidupan bisa
bertumbuh di muka bumi. Ozon tak boleh dirusak. Sebab jika ia rusak, maka tak
ada lagi yang melindungi kita dari radiasi neraka matahari. Tapi tak boleh
terlalu dekat pula. Kita harus menyangganya agar utuh di ketinggian.
Mengertikah
kamu? Butuh waktu bagimu untuk mengerti. Begitu pun aku, mungkin aku hanya
sekedar tahu, tapi selalu saja belum benar-benar memahaminya.
Apa
yang tak selesai kamu mengerti di sini, tak boleh kau tanyakan padaKu di luar.
Post a Comment